29 December 2014

ReElang





Hai...
Saya kembali lagi dengan cerita yang saya temukan di laptop saya. Cerita jaman-jaman SMP dulu sih. Iseng aja sih. Daripada cuma dibaca sendiri, dan kebetulan ada watty juga, so, aku post disini juga. Sekalian mau tau respon dari kalian kayak gimana sih. Makasih

-- ooo --

Saat mataku terpejam

Yang terlihat hanyalah

Bayangan wajahmu

Saat kututup telingaku

Yang kudengar

Hanyalah suaramu



Sebait puisi yang tertulis di lembar kertas  warna merah jambu membuat Ree menjadi penasaran.


“Siapa sih yang mengirim puisi ini ?” tanya Ree pada Lia, sahabat dekatnya.

Lia hanya diam saja. Dia tahu siapa yang mengirim Ree puisi, tapi Lia hanya diam saja, karena janji yang telah diucapkannya pada Elang. Ya, Elanglah yang telah membuat dan mengirim puisi itu untuk Ree. Kemudian Lia teringat percakapan siang itu, dimana Elang memohon supaya Lia mau memberikan puisi ini kepada Ree. Walaupun Lia telah berusaha untuk tidak menerimanya, tapi Elang tetap saja memaksanya.


“Lia sebenarnya sudah lama tahu kalau Elang sangat mencintai Ree, sahabat Lia, tapi Lia ngga’ ingin memberi harapan pada Elang karena Lia tahu siapa Ree sebenarnya. Lia mohon, lang, sekali ini saja, jangan lakukan itu, kumohon”, pinta Lia pada Elang.


“Maka dari itu, karena kamu tahu siapa Ree sebenarnya, makanya aku minta tolong ke kamu supaya kamu mau memberikan puisi ke Ree, please.


“Aku ngga’ bisa janji, tapi kuusahakan puisi ini sampai ke tangan Ree, ok ?” jawab Lia.


“Ok deh! Besok kutunggu kabarmu. Ehm…kita ketemuan di tempat biasa ya ?” pinta Elang pada Lia.


Tak sampai hati Lia menolaknya, dia tahu Elang pasti akan terus membujuknya apabila dia menolaknya.



Sore harinya di tempat biasa, Lia menceritakan kepada Elang bagaimana bingungnya Ree saat dia menerima puisi itu sampai dia menanyakannya pada Lia.


“ Jadi, dia bingung saat dia menerima puisi itu ?” tanya Elang seakan tak percaya.


“Dibilangin kok ngga’ percaya sih, aku kan tadi udah bilang kalau dia bingung saat dia menerima puisi itu!” jawab Lia dengan ketusnya.


“Sorry, gitu aja lu marah besar”, balas Elang.


Lia hanya diam saja. Bagaimanapun juga dia tak akan pernah bisa marah kepada Elang. Elang pun pasti akan terus membujuk Lia supaya dia tidak marah lagi. 


“Hei, lu masih marah ma gue ? Ya, sorry, gue ngga’ sengaja, sorry ya”, pinta Elang.


“Gue udah ngga’ marah lagi kok sama kamu, gue tadi cumin kesel aja, habisnya udah dibilangin ‘bingung’ masih aja nanya, gimana aku ngga’ kesel coba ?” balas Lia.


Pertemuan sore itu tidak berlangsung lama, karena seperti biasa Elang ada janji untuk main band bersama teman-temannya. Lia pun ada janji untuk pergi ke rumah Ree untuk membahas masalah lomba band sekolah.




Pagi harinya di sekolah, Lia seperti orang yang benar-benar bingung, karena kemarin Ree tidak ada di rumah. Jadi, acara untuk membahas masalah lomba band sekolah sama sekali belum dibahas satupun.


“Kemana sih perginya ‘tu anak, katanya mau bahas acara band, eh, ngga’ tahunya malah ngga’ ada di rumah” jerit Lia.


Teman-temannya hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Lia yang seperti orang gila.


“Eh, Elang, sobat lu kenapa ‘tu, dari tadi kita lihat cumin teriak-teriak sendiri kayak orang gila ?” tanya Lita.


“Ha…! Lia teriak-teriak sendiri kayak orang gila ?” tanya Elang seakan tak percaya.


“Ngapain lagi dia teriak-teriak, perasaan kemarin dia ngga’ kenapa-kenapa, tapi kok pagi ini dia malah teriak-teriak sendiri”, terusnya kemudian.


“Mana gue tahu, maka dari itu gue nanya ke elu, kirain lu tahu apa yang terjadi sama Lia, eh, ngga’ tahunya malah balik nanya, gimana sih kamu ini” jawab Lita ngga’ kalah herannya.


“Hei, lu kenapa, neng ? lu sakit atau lu ada masalah ? Ayo certain ke gue dong, gue kan sobat elu”, tanya Elang kepada Lia.


“Gue, gue, gue ngga’ kenapa-napa kok, gue cuman kesel aja sama Ree, bayangina aja deh, Lang, gue udah capek-capek dating ke sana, eh ngga’ tahunya dianya malah pergi ke bandara jemput kak Nico. Udah gitu, gue telpon ke Hpnya, ngga’ diangkat-angkat, lu kan tahu sendiri kalau flightnya tu jam 5 sore”, jawab Lia sembari menahan marah.


Sedangkan Elang yang mendengarkan cerita Lia pun hanya bisa terdiam.


“Emang lu ngapain ke rumah Ree, mau bahas acara band sekolah lagi, padahal kan itu bukan tugas lu buat bahas acara itu, kan ?” tanya Elang.


 “Emang sih, tapi kan, kita udah sepakat buat bahas acara itu sampai tuntas biar tugas panitia ngga’ tambah berat”, jawab Lia sembari menahan marah.


“Ya udah, dibiarin kok ngeyel!” jawab Elang ketus.



Semenjak kejadian sore itu, Ree tidak pernah menampakkan diri. Lia sudah hampir menyerah seandainya saja kak Nico tidak meneleponnya memberitahukan bahwa Ree sedang sakit dan keadaannya parah sekali.


Lia pun segera memberitahukan berita itu kepada teman-temannya, tak terkecuali kepada Elang, sahabatnya.



Siang itu, sesudah pulang sekolah, Lia dan teman-temannya, tak ketinggalan Elang dan wali kelasnya, pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Ree.


Ternyata, pertemuan mereka dengan Ree adalah yang terakhir kalinya, karena sesudah mereka semua pulang, Ree menghembuskan nafas terakhirnya. Sebelum Ree pergi, Elang sempat membisikkan bahwa dia sangat mencintai Ree.



Siang itu di sebuah pemakaman umum, setelah pemakaman Ree, Elang membuka kertas yang diberikan oleh kak Nico.


“Ini adalah surat dari Ree, di menulisnya setelah kau pergi, dia berpesan padaku untuk menyerahkannya padamu”, kata kak Nico setelah menyerahkan surat itu kepada Elang.


Elang kemudian membuka kertas berwarna merah jambu yang diberikan kak Nico kepadanya. Isinya adalah sebuah puisi yang ditulis oleh Ree.



Jiwa ini terbang

Saat kau bisikkan

Kata cinta

Di telingaku

Ku ingin ambil kembali

Jiwa itu

Namun, ku tak sanggup

Untuk menggapainya

Dan mengambilnya kembali

 Dan kemudian kuletakkan

Kembali jiwa itu di tubuhku



Kulihat kau duduk terpaku

Menangis menyesali sembari

Menatap nisanku

Dan kulihat wajahmu basah

Karena air mata yang terus

Dan terus mengalir basahi

Pipimu



Kuingin kau tahu bahwa

Sesunguhnya aku pun

Sangat mencintaimu

Sama seperti kau mencintaiku



Ingin semua ini kukatakan

Kepadamu saat itu

Namun, lidahku terasa kelu

Hingga ku tak dapat mengatakan

Semua ini kepadamu



Kuingin mendekat dan memelukmu

Namun, ku tak mampu

Karena kutahu dunia yang kita

Miliki telah berbeda

Kupinta padamu

Bahagiakanlah hidupmu

Dan kumohon padamu

Bahagiakanlah sahabatku

Seperti dulu kau pernah

Membahagiakan aku

Dan pernah membuatku tertawa

Bahagia



Sekarang, kumohon padamu

Bahagiakanlah dia

Cintailah dia
Sama seperti kau mencintaiku
Hingga saat ini




Cintamu,

Ree



“Aku janji, Ree, aku janji, akan selalu membahagiakan Lia sama seperti saat aku pernah membahagiakanmu, dan percayalah ku akan selalu mencintainya seperti aku mencintaimu hingga saat ini, tapi kumohon jangan pernah kau suruh aku untuk menghilangkan dirimu dari ingatanku”, janji Elang kepada Ree.







Be First to Post Comment !
Post a Comment

Tulis komentarmu dengan bahasa yang sopan dan tinggalkan Nama/URL yaa, biar bisa langsung saya BW :)

Custom Post Signature

Custom Post  Signature