20 January 2015

I Love You, Kiran


Sakit rasanya melihat orang yang aku sayang menangis karena disakiti. Bukan, bukan aku yang menyakitinya. Tapi, dia, sahabatku, yang entah masih sanggup aku panggil sahabat atau tidak, yang telah menyakitinya. Entah apa yang ada di pikirannya, hingga ia mampu membuatnya sakit seperti ini. Entahlah, aku tak ingin mengorek dan terlalu ikut campur lebih dalam. Biarkan dia menikmati sakit hatinya. Dan kuharap itu tak akan lama.

"Jadi..."

"Apanya yang jadi, huh?"

"Gimana perasaanmu sekarang?"

Dia hanya diam tak menjawab pertanyaanku. Aku hanya bisa menghela nafas dan kembali menyenderkan punggungku pada batang pohon itu. Kiran kemudian melakukan hal yang sama dengan yang kulakukan. Menyenangkan sebenarnya tingkah kami berdua, namun menjadi menyebalkan melihat dia belum bisa menyembuhkan sakit hatinya.

"Kiran, kamu tak bisa bersikap seperti ini terus menerus. Berpikirlah realistis. Berarti dia memang bukan jodohmu. Come on, kembali seperti Kiran yang kukenal dulu. Apa air matamu belum habis untuk menangisi laki-laki seperti dia?"

"Aku ngga apa-apa, Ngga, sungguh. Tak usah kau khawatir berlebihan tentangku", Dia mencoba untuk tersenyum walaupun itu gagal sama sekali. "Aku hanya bersyukur mengetahui keburukannya sebelum terlambat."

Kiran menghela nafasnya kembali seakan-akan ada separuh bebannya terangkat. Aku mencoba tersenyum melihat apa yang terjadi saat ini. Yah, setidaknya Kiran-ku pelan-pelan mulai kembali lagi. Kuraih tangannya untuk sekedar menenangkannya. Jujur, aku takut jika dia menangis lagi. Ingin rasanya aku memeluknya, tapi aku takut dia menjauhiku.

"Kenapa, Ngga?"

"Aku hanya ingin kamu tau, Kiran. Aku tak akan pergi kemana-mana, selalu ada disampingmu. Dan kamu juga tau kemana harus mencariku jika kamu membutuhkanku. I always be with you, beside you, never leave you. Promise."


Kiran tersenyum mendengar apa yang kukatakan. Sudahkah aku mengatakan jika senyumnya sungguh amat cantik, secantik wajahnya? Betapa beruntungnya aku bisa dekat dengannya walaupun hanya sebatas sahabat. Bolehkah aku berharap lebih kali ini? Mengingat dia kini sendiri lagi. Apakah itu mungkin? Apakah dia juga mempunyai perasaan yang sama denganku? Ahh, rasanya seperti aku menyerah sebelum maju ke medan perang. Kali ini akan kupastikan jika dia menjadi milikku selamanya dan dengan label istri bukan hanya sahabat ataupun pacar.

"Aku tau, Ngga. Kamu akan selalu ada untukku semenjak 15 tahun yang lalu," Dia mengenggam erat tanganku untuk meyakinkanku jika dia memang mengerti maksudku. "Aku cuma belum bisa melupakan kejadian malam itu, Ngga. Itu aja kok. Tapi, percayalah, aku sedang belajar untuk melupakan. Jadi, bantu aku yaa, Ngga?"

"Iya, aku bantu, Kiran. Aku hanya tak ingin kamu memaksakan dirimu untuk melupakan kejadian itu. Pelan-pelan aja, Kiran. Aku yakin, kamu pasti bisa. Semangat!"

Dalam diam, aku melihat wajahnya. Wajah cantiknya yang tak pernah bosan aku pandang. Kugenggam tangannya dan perlahan kuajak ia pulang, "Pulang, yuk, keburu malam tar sampai rumah. Bisa kena omel mamimu aku tar."

"Hehe.. Takut amat sama mami. Ya udah, yuk pulang, tapi mampir beli es krim dulu yaa"

Lalu kami pun pergi meninggalkan tempat favorit kami. Tempat dimana aku dan dia bertemu kembali setelah beberapa tahun tak bertemu.

Setelahnya, tentu kalian pasti tau kemana kami pergi sore itu. Mengiyakan kemauan si tuan puteri satu ini dan pastinya sampai dirumahnya, aku bisa kena omel maminya. Huft, nasibnya jadi lelaki yang baik hati seperti aku ini.

I always be with you, beside you, never leave you. Promise

Kata-kata yang sederhana dan aku tau Kiran mengerti maksudku. Walaupun, jujur, aku tak tau dia mengerti maksudku seperti yang ada dalam pikiranku saat itu atau dia mengerti maksudku dengan jalan pikirannya sendiri. Kalau ada Edward Cullen, aku pastikan bisa tau apa yang ada di pikirannya saat itu.

Setiap sore, aku selalu menemaninya ke tempat favorit kami. Entah itu karena dia memang ingin menghabiskan waktu sore itu disana ataupun karena dia sedang sedih, marah, senang. Entahlah, aku tak tau dan tak berniat ingin tau. Cukup dengan dia ada disampingku, itu sudah cukup bagiku.

Kiran adalah wanita yang sangat amat baik. Selain cantik wajahnya, hatinya pun juga cantik, perilakunya apalagi. Dia tak pernah neko-neko. Tapi, jika kalian bertanya kenapa aku bisa menyayangi bahkan mencintainya, jawabannya aku pun tak tau kenapa. Love doesn't need a reason. Jika cinta membutuhkan sebuah alasan, jika alasan itu pergi, cinta itu juga ikut pergi. Tuhan tau betapa aku menyayanginya, mencintainya. Bahkan keluargaku dan keluarganya pun tau. Terkadang mereka meragukan hubungan persahabatan kami. Rasa ragu itu perlahan menghilang seiring dengan kehadiran Bayu, sahabatku, bolehkah kusebut lelaki pengecut? Namun sekarang dengan status Kiran yang sendiri dan aku juga sendiri pun tak serta merta membuat kecurigaan dan perasaan ragu itu muncul kembali mewarnai perbincangan akrab kami bersama keluarga kami saat berkumpul bersama.

Aku mencinta Kiran. Menyayanginya, menghormatinya, menghargainya. Aku tau dan aku sadar diri jika hingga nanti Kiran tau apa yang aku rasakan, berarti saat itu akan menjadi the end of my world. Bisa jadi persahabatan kami hancur karena perasaanku ini.

Kiran wanita yang paling baik yang pernah aku kenal seumur hidupku setelah keluargaku tentunya. Tak pernah sekalipun terlintas dalam pikiranku untuk memacarinya. Aku ingin menjadikannya istri, ibu dari anak-anakku, ratu di istanaku, satu-satunya orang yang akan menempati hatiku selamanya. Walaupun aku selalu merasakan cemburu jika melihat dia bermesraan dengan Bayu. Aku masih ingat hari itu dimana adik kesayanganku menyentilku.

Kalau ngga sanggup lihat, jangan lihat. Kalau ngga sanggup berdekatan, jangan dekat-dekat. Lepaskan saja jika itu membuat kakak sakit dan tidak bahagia. Tapi, jika dengan melepaskan membuat kakak sakit, maka jangan lepaskan. Berusahalah untuk membuatnya berpaling padamu. Percaya sama aku, kak, lelaki yang bernama Bayu itu ngga baik. Dia punya maksud tertentu mendekati kak Kiran. Berhati-hatilah. Jaga kak Kiran jangan sampai dia hancur lebur karena seorang lelaki yang bernama Bayu.

Asemmmm, kalau masih ingat kejadian dimana terkuak juga niatan Bayu mendekati Kiran, hatiku terasa sakit sekali. Bertambah sakit tatkala melihat Kiran begitu terluka dan menangisi Bayu.

Dan kali ini, kupastikan tak ada tangis kesedihan lagi dari Kiran. Karena akan aku berikan dia tangis kebahagiaan sepanjang hidupnya.

Karena dia, hidupku.

--- ooo ---

Semenjak sore itu, hubungan kami berdua yang tadinya sudah dekat semakin bertambah dekat. Dukungan keluarga kami berdua semakin membuatku bertambah yakin jika Kiran harus segera aku labeli dengan kata istri. Dan itu harus terjadi dalam waktu dekat. Tak boleh terlalu lama. Ketika niat itu kuungkapkan pada adikku, dia menyetujuinya, mendukungnya bahkan membantu menjaga Kiran dari serbuan lelaki yang ingin mendekatinya. Huft, benar-benar menyenangkan memiliki adik seperti Cinta. Rencananya niatku ini akan kusampaikan kepada kedua orang tua kami saat Cinta berhasil mengajak Kiran untuk menemaninya makan di tempat favoritnya, Bilang Cafe.

Tadinya aku pikir pembujukkan Cinta akan berakhir dalam satu minggu. Ternyata menjadi sebulan. Karena baik Cinta maupun Kiran sama-sama sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Walaupun kesempatan kami berdua untuk menghabiskan waktu bersama di sore hari masih ada.
Hingga saat ini niat itu belum aku sampaikan kepada kedua orang tua kami. Padahal cincin dan segala pelengkapannya sudah siap. Sampai-sampai aku harus menyembunyikan itu semua di apartemenku. Karena tak mungkin aku sembunyikan di rumah dimana Kiran lebih sering datang main.

Aku gelisah. Aku takut. Aku tak ingin Kiran terluka lagi seperti saat itu. Cukup sekali dia disakiti lelaki. Dan cukup sekali aku melihatnya merasakan sakit hati karena perlakuan seorang lelaki. Aku tak ingin Kiran menjalin kembali hubungan dengan lelaki manapun selain aku. Sebut aku egois. Tak masalah. Dia milikku semenjak aku mengenalnya 15 tahun yang lalu. Semenjak aku melihat matanya, she's mine. Always and always.

Aku hanya bisa berdoa dan berharap semoga kali ini dia memiliki perasaan yang sama seperti yang aku miliki. Semoga kali ini dia tak lagi bilang menyayangiku sebagai sahabatnya. Aku hanya bisa berdoa dan berharap. Tak ada salahnya kan?

Aku hanya ingin dia. Kiran-ku. My queen.

"Kak Rangga, aku berhasil mengajak kak Kiran ke Bilang Cafe."

Ucapan Cinta menyadarkanku dari lamunan panjangku. Terlebih saat ini kulihat ada Kiran diujung sana. Ingin rasanya aku berteriak, namun berhasil kucegah sebelum aku membuat malu diriku.

"Seriusan, dek? Alhamdulillah, terima kasih, adikku sayang."

Cinta hanya tersenyum dan mengangguk kecil sembari melangkah mendekati Galang. Hmm, sepertinya adikku sedang bernegosiasi dengan sang pemilik cafe untuk memberinya discount atau kalau perlu tak usah membayar. Mengingat si pemilik cafe amat sangat menyayangi dan mencintai adikku.

"Oke ya, Lang? Okein dong. Masa sama aku aja kamu ngga mau sih? Bawa misi penting nih."
Kudengar rajukan adikku ke Galang yang hanya diikuti kekehan dan cengiran khas Galang. Kutepuk bahunya sambil menatapnya dan memberi tanda 'okein aja, bantuin kakak, oke'. Dan Galang pun menurut. Ngga nurut, jangan harap bisa mulus jalannya deketin adikku.

Satu jam kemudian saat Cinta dan Kiran beserta Galang sudah pergi ke Cafe. Kusampaikan niatku kepada kedua orang tua kami, mumpung berkumpul. Dan tentunya, jawaban yang aku dapat sungguh amat menyenangkan dan melegakan. Restu sudah ditangan, lanjut ke acara selanjutnya. Let's go to the Bilang Cafe.

"Kiran", panggilku sesaat setelah aku sampai di Bilang Cafe.

"Rangga? Kamu ngapain disini? Tau gitu tadi berangkat bareng sama kita-kita, iya ngga, dek?"

Begitu menoleh, dia hanya mendapati Cinta sudah tak ada lagi di depannya.

"Lho, bukannya tadi Cinta disini yaa, kok udah ngilang gitu aja sih? Kayak pakai jubahnya harry potter ajah."

Aku tak kuasa menahan tawa hingga tanpa sadar aku tertawa kecil, dan walhasil itu malah membuatnya marah. Tuhan, sepertinya aku salah kali ini. Tapi, sungguh, ini lucu banget.

"Kiran"

"Iya, Ngga, kenapa?"

Rasanya kayak menghadapi ujian saat Thesisku kemarin. Namun, aku berusaha bersikap tenang. Walaupun sebenarnya hatiku kayak lagi mendadak disco campur dangdut. Kulanjutkan perkataankun tadi. "Boleh aku bicara sebentar saja denganmu? Dan kumohon jangan memotongnya terlebih dahulu."

"Oke, siap, lanjutkan, Pooh"

Dag dig dug serr serr

"Kiran, aku mencintaimu, menyayangimu. Aku menginginkanmu menjadi istriku, ibu dari anak-anakku. Aku ingin selalu melihat wajahmu setiap aku membuka mata di pagi hari dan menurup mata di malam hari. Aku tak ingin menjanjikan apapun karena aku takut tak bisa memenuhi janjiku ke kamu. Tapi, yang bisa kamu pegang dan pastiin. I always love you. I do. So, will you marry me?"

"Rangga, kamu? Oh my God. Can't believe it. Why, huh? Setelah aku disakiti baru berani ngomong kayak gini ke aku? Kemarin-kemarin kemana aja? Aku capek dan hampir putus asa. Kenapa baru sekarang, Ngga, disaat hatiku sudah memilih."

"Ki-kiran, apa maksudmu?

"A-aku udah punya seseorang yang aku pilih, Ngga. Maaf, aku..aku..ngga bisa. Maaf, Ngga."

"Ja-jadi, aku terlambat, Ran? No more chance for me, huh? It's oke, Ran, I know what you mean. Oke, I hope you happy now."

Aku hanya bisa termangu mendengar kenyataan kalau Kiran, wanita yang aku inginkan menjadi segalanya dalam hidupku, sudah memiliki pilihan hatinya sendiri. Hatiku menangis. Tapi, itu tak bisa kutunjukkan. Aku hanya bisa memberikan senyum tipis kepada Kiran. Ahh, semoga dia bahagia dengan pilihannya.

"Aku balik dulu ya, Ran. Kamu nanti balik bareng Cinta, ngga apa-apa kan? Oke, have fun yaa."

Sebelum sempat melangkah lebih jauh dari tempat Kiran. Ada tangan yang memelukku erat dari belakang. Belum sempat aku mengucapkan sesuatu untuk meminta tangan ini menyingkir dari pinggangku. Seseorang mengucapkan sesuatu hal yang membuat jantungku berdetak semakin cepat.

"Kamu mau pergi kemana, Ngga? Setelah banyak kata yang kamu ucapkan tadi, dan kamu sudah mendengar jawabanku pun, kamu tak ingin bertanya lebih lanjut, kepada siapa aku memilih untuk memberikan hatiku? Kamu tak ingin tau atau pura-pura tak tau, huh? Dengarkan apa yang ingin aku katakan sekarang ini, Ngga. Dan jangan memotongnya, oke? I'm falling in love with you since we meet for the first time, fifteen years ago. Dan rasa itu semakin lama semakin bertambah besar. Apalagi saat kamu pergi kuliah ke Amerika sana. I miss you so bad. I love you, I always love you. Bayu tak pernah salah, Ngga. Dia hanya membantuku untuk membuatmu sadar. And for your purpose today, my answer, yes, i will be your wife and mother for our children."

Aku terdiam mendengar kata-katanya. Ternyata selama ini, Kiran-ku, punya rasa yang sama seperti aku. Terus apa gunanya aku selama ini diam dan jadi pengecut gini?
"Terima kasih, Kiran. I promise, I always love you, I do", jawabku saat ku berbalik memeluknya.
Tak akan pernah aku lupakan hari ini. Cinta terpendamku akhirnya tak bertepuk sebelah tangan. Cintaku bertepuk tangan. Aku bahagia. Dan bahagiaku bernama Kiran.

--- ooo ---

Katakanlah aku egois.

Aku memang egois. Karena aku tau apa yang aku mau.

Aku menatap pemandangan terindah pagi ini. Ya, setelah lamaran romantis ala Rangga. Aku menikahinya seminggu kemudian. Bisa kalian bayangkan bagaimana shocknya keluarga kami mengetahui jadwal pernikahan kami, sebenarnya sih aku yang pingin menikah cepat setelah aku melamar Kiran.

Ketika matanya membuka, senyumku pun terkembang. Dengan semangat, aku kembali memeluknya.

"Morning, Tinkerbell. Kamu kelihatan cantik kalau habis bangun tidur gini."

"Morning, Pooh. Kamu juga ganteng banget kalau habis bangun tidur gini."

Suara merdunya yang sudah kuhapal selama ini selalu membuatku terpesona. Aku merunduk untuk mencium keningnya. Hal yang aku biasakan setelah aku menikahinya.

"Hari ini kita rencananya mau kemana, Pooh?"

Aku hanya tersenyum-senyum sendiri. Seperti memiliki rencana lain hari ini. Apalagi rencana yang ingin kulakukan bersama dia selain mengurungnya di dalam apartemen ini seperti hari kemarin setelah kami menikah. Well, tampaknya ini bukan rencana yang buruk untuk hari ini. Seakan mengerti yang aku inginkan, Kiran tampak ingin memprotesnya.

"Tapi, aku ingin ke supermarket, belanja buat ngisi persediaan dapur, Pooh."

Well, aku bisa apalagi kalau istriku sudah merajuk seperti ini. Tak bisa kutolak juga kan permintaannya. Kubelai rambutnya dan kukecup kepalanya, kemudia berlalu turun menuju ke kamar mandi.

Kulirik sekilas istri tercintaku yang senyum-senyum sendiri karena berhasil membujukku untuk keluar dari apartemen ini.

Hidupku terasa lengkap sekarang. 

Jika kamu merasa yakin dengan apa yang menjadi tujuan hidupmu, berjuanglah tanpa lelah. Namun, jika kamu merasa usahamu sudah maksimal dan kamu merasa sia-sia memperjuangkannya, lepaskanlah dan percayalah kamu akan mendapatkan ganti yang lebih baik dari apa yang kamu perjuangkan selama ini.

- Rangga & Kiran -

--- ooo ---

20 Januari 2015

Finally! Finish juga cerita ini. Nulis dari semalam sampai ngantuk-ngantuk. Mau coba bikin OneShoot cerita yang berbeda-beda, Love and Pain. Pinginnya sih bisa nulis sampai 30 cerita, tapi tergantung mood juga yaa tar bikinnya. Cerita yang aku buat ini, antara cerita yang satu dengan cerita yang lainnya, ngga nyambung sama sekali yaa.

Dan cerita kali ini saya dedikasikan untuk salah satu author favorit saya di wattpad karena karya-karyanya yang ciamik, mba Jenny Thalia F. Lagi iseng nulis ini, mba. Semoga mba suka yaa.

Dan buat pembaca setia blogku, bisa langsung klik link berikut ini untuk bisa baca di wattpad
 
Oke, selamat membaca OneShoot aku ini yaa. Hope you'll like it. Makasih banyak yaa.
Be First to Post Comment !
Post a Comment

Tulis komentarmu dengan bahasa yang sopan dan tinggalkan Nama/URL yaa, biar bisa langsung saya BW :)

Custom Post Signature

Custom Post  Signature